Sejarah Islam menulis bahwa masa Abbasiyah ini adalah era keemasan Islam (the golden age of Islam). Mengutip perkataan Jarji Zaidan, A. Hasjmy juga berkomentar bahwa masa Abbasiyah adalah masa kejayaan Islam. Pada masa ini, kedaulatan kaum muslimin telah sampai di puncak kemuliaan, baik kekayaan, kemajuan, ataupun kekuasaan. Pada masa ini, terlahir berbagai ilmu pengetahuan dan telah diterjemahkan ilmu-ilmu yang penting tersebut ke dalam bahasa arab.[1]
Masa Daulah Abbasiyah adalah 5 setengah abad, semenjak di bangunnya di Baghdad (123H/ 750 M), sampai runtuhnya ditangan keganasan Haluko pada tahun (656H/ 1268 M). Para ahli kebudayaan Islam membagi masa kebudayaan Islam di zaman Daulah Abbasiyah kepada 4 masa[2], yaitu :
1. Masa Abbasy I, yaitu semenjak lahirnya Daulah Bani Abbasiyah tahun 750 M, sampai meninggalnya Khalifah Al-Wasiq (847 M).
2. Masa Abbasy II, yaitu mulai Khalifah Al-Mutawakkal (847 M), sampai berdirinya Daulah Buwaihiyah di Baghdad (946 M).
3. Masa Abbasy III, yaitu dari berdirinya Daulah Buwaihiyah tahun (946 M) sampai masuk kaum Seljuk ke Baghdad (1055 M).
4. Masa Abbasy IV, yaitu masuknya orang-orang Seljuk ke Baghdad (1055 M), sampai jatuhnya Baghdad ke tangan Tartar di bawah pimpinan Hulako (1268 M).[3]
Masa keemasan Dinasti Abbasiyah adalah antara masa khalifah ketiga, Al Mahdi, sehingga khalifah kesembilan, Al Watsiq. Yaitu pada masa Abbasy periode pertama. Lebih khusus lagi pada masa Harun Ar Rasyid dan anaknya, Ma’mun. [4] Pada periode ini, seluruh kerajaan Islam berada di dibawah kekuasaan para Khalifah kecuali di Andalusia. Adapun para Khalifah yang memimpin pada masa ini sebagai berikut :
1. Abul Abbas As-Saffah (750-754 M)
2. Abu Ja’far Al Mansyur (754 – 775 M)
3. Abu Abdullah M. Al-Mahdi bin Al Mansyur (775-785 M)
4. Abu Musa Al-Hadi (785—786 M)
5. Abu Ja’far Harun Ar-Rasyid (786-809 M)
6. Abu Musa Muh. Al Amin (809-813 M)
7. Abu Ja’far Abdullah Al Ma’mun (813-833 M
8. Abu Ja’far Harun Al Watsiq (842-847 M)
9. Abul Fadhl Ja’far Al Mutawakkil (847-861)
Dinasti Bani Abbas pada periode pertama lebih menekankan pembinaan peradaban dan kebudayaan Islam dari pada perluasan wilayah. Inilah perbedaan pokok antara Bani Ummayah dengan Bani Abbasiyah. Di samping itu ada pula cirri-ciri yang menonjol pada Dinasti Abbasiyah yang tidak terdapat di zaman Bani Ummayah, yaitu :
1. Berpindahnya ibu kota ke Baghdad sehingga pemerintah Bani Abbas tidak terpengaruh dengan Arab. Sedangkan Bani Ummayah sangat berorientasi kepada Arab.
2. Dalam penyelenggara pemerintahan Bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen.
3. Ketentaraan professional baru terbentuk pada masa Bani Abbas, yang tidak ada di zaman Bani Ummayah.[5]
Masyarakat pada periode ini mengalami kemakmuran tingkat tinggi. Periode ini juga berhasil menyiapkan landasan bagi perkembangan filsafat dan ilmu pengetahuan dalam Islam. Namun setelah periode ini berakhir, pemerintahan Abbasiyah menurun dalam bidang politik, meskipun filsafat dan ilmu pengetahuan terus berkembang.
1. Kemajuan Politik
Secara umum politis Pemerintah Abbasiyah melanjutkan dari Imperium Umayyah yaitu pemerintahan dengan bentuk monarki. Akan tetapi ada perbedaan yang mendasar, yaitu jika dalam sistem Pemerintah Umayyah, semua anggota parlemen didominasi oleh Bangsa Arab, namun dalam sistem pemerintahan Dinasti Abbasiyah ini sudah terjadi percampuran antara Arab, Persi bahkan Turki pada masanya nanti.[6]
Sistem politik yang dijalankan oleh Daulah Bani Abbasiyah I antara lain :
a. Para Khalifah tetap dari keturunan Arab, sedang para menteri, panglima, Gubernur dan para pegawai lainnya dipilih dari keturunan Persia dan mawali.
b. Kota Baghdad digunakan sebagai ibu kota negara, yang menjadi pusat kegiatan politik, ekonomi sosial dan kebudayaan.
c. Dalam penyelenggara pemerintahan Bani Abbas ada jabatan Wazir, yang membawahi kepala-kepala departemen.
d. Para menteri turunan Persia diberi kekuasaan penuh untuk menjalankan tugasnya dalam pemerintah.[7]
Selanjutnya periode II, III, IV, kekuasaan Politik Abbasiyah sudah mengalami penurunan, terutama kekuasaan politik sentral. Hal ini dikarenakan negara-negara bagian (kerajaan-kerajaan kecil) sudah tidak menghiraukan pemerintah pusat, kecuali pengakuan politik saja. Panglima di daerah sudah berkuasa di daerahnya, dan mereka telah mendirikan atau membentuk pemerintahan sendiri misalnya saja munculnya Daulah-daulah kecil, contoh; daulah Bani Umayyah di Andalusia atau Spanyol, Daulah Fatimiyah.
Para khalifah di masa Abbasiyah I merupakan pahlawan-pahlawan yang memimpin angkatan bersenjata dan mengarungi peperangan. Secara politis, para khalifah betul-betul tokoh yang kuat dan merupakan pusat kekuasaan politik dan agama sekaligus, hal ini tentu berkaitan erat dengan kecakapan mereka dalam menghadapi berbagai persoalan yang muncul di negara. Mereka adalah orang-orang yang terlatih dalam membuat strategi dan taktik. Sehingga dapat kita lihat bagaimana di masa revolusinya, Abbasiyah menunjukkan kelihaiannya dalam merebut kekuasaan. K. Hitti mengatakan, “mereka adalah orang-orang yang mampu memanfaatkan kekecewaan publik.” Bahkan musuh mereka sendiri dijadikan senjata untuk melawan musuh yang lain, seperti kaum syi’ah.
Kecakapan watak berpolitik khalifah juga sangat nampak pada masa awal berdirinya dinasti ini (di masa As Saffah dan Al Mashur). Langkah-langkah strategis yang diambil khalifah mampu mengukuhkan dinasti yang lahir dari perjuangan bersama rival-rival politiknya sendiri. Sehingga gangguan berupa pemberontakan-pemberontakan dapat ditumpas. Bahkan tindakan Al Mahdi dapat dikatakan sebagai kecemerlangan politik, dimana setelah ancaman dari para musuh dapat dilumpuhkan, Al Mahdi kemudian membangun kepercayaan rakyatnya.
Setelah menduduki kekuasaan, Abbasiyah terus mengadakan inovasi-inovasi dalam pemerintahannya. Diantaranya dalam masalah kekuasaan, khalifah Abbasiyah lebih berkuasa dibandingkan di masa Umayyah. Keadaan seperti itu dapat terjadi karena Abbasiyah memberlakukan tren bahwa kekuasaan yang ada di tangan khalifah adalah perwakilan Allah. Khalifah adalah pengganti Allah atau Bayang-Bayang Allah (zhillullah fiel ardh), tidak sekedar pengganti Nabi sebagaimana para Khalifah Empat (Khulafa’u Ar Rasyidin). Dan sebagai penegasannya, mereka memberikan gelar di belakang namanya yang pada giliran selanjutnya gelarnya lebih terkenal dari pada nama aslinya. Gelar tersebut adalah penegasan karakter keagamaan sekaligus legitimasi kekuasaan khalifah sehingga kekuasaan mereka bersifat absolut.[8]
Selain itu, dalam menjalankan tugasnya, khalifah di masa Abbasiyah dibantu oleh seorang wazir (perdana mentri) atau yang jabatanya disebut dengan wizaraat. Sedangkan wizaraat itu dibagi lagi menjadi 2 yaitu:
1) Wizaraat Tanfiz (sistem pemerintahan presidentil ) yaitu wazir hanya sebagai pembantu Khalifah dan bekerja atas nama Khalifah.
2) Wizaaratut Tafwidl (parlementer kabimet). Wazirnya berkuasa penuh untuk memimpin pemerintahan. Sedangkan Khalifah sebagai lambang saja.[9]
Dalam kaitannya dengan urusan pemerintahan, Dinasti Abbasiyah dibagi dalam tiga bagian; bagian kearsipan(Diwan Rasail) di bawah pengawasan(Diwan Al Azimma/ Diwan Al Zimam), bagian perpajakan(Diwan Al Kharraj) di bawah pengawasan(Diwan Al Tawqi) dan keuangan untuk menggaji tentara(Diwan Al Jaysh).
Untuk membantu Khalifah dalam menjalankan tata usaha negara diadakan sebuah dewan yang bernamaDiwanul Kitaabah (sekretariat negara) yang dipimpin oleh seorang Raisul Kuttab (sekretaris negara). Dan dalam menjalankan pemerintahan negara, wazir dibantu beberapa raisul diwan (menteri departemen-departemen). Tata usaha negara bersifat sentralistik yang dinamakan An-Nidhamul Idary Al-Markazy. Di masa abbasiyah, kekuasaan politik negara juga memasuki wilayah kehakiman.[10]
Di masa Pemerintahan Abbasiyah ini dikenal juga jabatan Hajib yaitu Pengawal Khalifah. Hajib memiliki kedudukan yang penting dalam pemerintahan karena ia mempunyai pengaruh dalam sebagian besar urusan pemerintahan.
2. Perkembangan Ekonomi
Imperium Abbasiyah yang bertekad membangun kemakmuran rakyat telah dimulai sejak naiknya Harun Ar Rasyid sebagai khalifah. Beliau sangat memperhatikan ekonomi rakyat yang bertumpu pada sektor-sektor penting diantaranya; pertanian, perindustrian, jasa transportasi, kerajinan, pertambangan dan perdagangan.
Berbeda dengan Umayyah yang terkesan menindas, Abbasiyah memberikan jaminan dan pembelaan kepada kaum petani. Khalifah pun memberikan fasilitas-fasilitas untuk kemajuan pertanian, seperti membuat bendungan-bendungan dan saluran-saluran irigasi. Pertanian dimasanya berkembang dengan sangat baik sehingga dapat menunjang perekonomian rakyat. Berbagai produk pertanian yang dihasilkan adalah seperti; minyak dari Afrika, gandum dari Mesir dan kurma dari Irak
Pertumbuhan ekonomi di masa Abbasiyah juga ditunjang oleh kemajuan perindustrian saat itu. Terdapat berbagai macam industri, seperti; kain linen di mesir, sutra dari Syiria dan Irak, kertas dari Samarkand. Dari hasil pertambangan seperti; emas dari Nubia dan Sudan, perak, tembaga, seng dan besi dari Persia dan Khurasan.[11]Hasil-hasil industri dan pertanian ini diperdagangkan ke berbagai wilayah kekuasaan Abbasiyah dan negara lain seperti Cina dan Eropa.
Selain itu, kemajuan Ekonomi Abbasiyah juga disokong dari sumber pemasukan negara yang berupa zakat dan pajak yang diambil dari dalam dan luar negeri, pajak perlindungan dari rakyat non muslim (jizyah), uang tebusan, pajak dari barang dagangan non muslim yang masuk ke wilayah Islam.[12]
Pada saat ini sistem perbankan sudah dipraktekkan, seperti adanya fasilitas cek, kredit usaha dan juga penukaran mata uang (currency exchange).
Baghdad yang menjadi pusat Perekonomian Abbasiyah saat itu juga menjadi pusat perdagangan dunia. Kemajuan terbesar Abbasiyah di bidang ekonomi ini terjadi di masa Khalifah Harun Ar Ryasid dan putranya, Al Ma’mun. Khalifah Al ma’mun menjadikan Baghdad sebagai kota metropolis dunia Islam sekaligus pusat ilmu pengetahuan, pusat kebudayaan, peradaban Islam, dan pusat perdagangan terbesar di dunia selama berabad-abad lamanya.
Imam Asy syuyuti menggambarkan kemakmuran yang dicapai oleh Abbasiyah di masa Harun Ar Rasyid dengan ucapannya; “sesungguhnya pada masa pemerintahan Ar Rasyid semua penuh dengan kebaikan. Seakan-akan dalam keindahannya ia serupa dengan taman pesta.”[13]
Gambaran kemakmuran Abbasiyah saat itu dapat diperhatikan dari kehidupan para khalifahnya, seperti Al Ma’mun yang menghabiskan dana cukup besar dalam acara pernikahannya. Sehingga tercatat dalam sejarah, untuk memeriahkan pernikahan Al Ma’mun, emas ditaburkan dan diperebutkan oleh para tamu undangan.
3. Kemajuan Militer
Kemiliteran di masa Abbasiyah telah dikelola secara baik. Bahkan sepanjang sejarah Arab tidak pernah ada pasukan reguler dalam jumlah besar yang terorganisir dengan baik, berdisiplin tinggi, serta mendapat pelatihan dan pengajaran secara reguler.[14] Terbukti dalam beberapa pemberontakan yang terjadi pasca terbunuhnya Abu Muslim dapat ditanggulangi dengan cukup baik oleh Militer Abbasiyah.
Mereka mendapatkan gaji yang cukup tinggi dari Khalifah. Pada masa Al Ma’mun, ketika kerajaan mencapai puncak kejayaannya, pasukan Irak diriwayatkan berjumlah 125.000. Pasukan infanterinya hanya mendapatkan 240 Dirham per tahun dan pasukan Kavaleri mendapatkan dua kali dari itu.
Pasukan militer di masa awal berdirinya Abbasiyah tidak hanya terdiri dari Orang Arab saja, tetapi banyak dari Orang Khurasan yang terkenal setia dan tangguh. Pada masa Al Mu’tashim, banyak budak-budak Turki yang sebelumnya dibeli hanya untuk dijadikan pekerja ladang, pertanian dan pabrik digabungkan dalam barisan militernya. Perawakan Orang Turki yang terkenal dengan fisik badannya yang tinggi besar menjadi nilai tambah tersendiri dalam kekuatan Kemiliteran Abbasiyah.
Dimasa Al Ma’mun dan Al Mustain, mengadopsi pola Romawi-Bizantium, setiap 10 prajurit dikomando oleh seorang Arif, setiap 50 prajurit dikomando oleh seorang Khalifah, 100 nya dikomando oleh seorang Qaid, 10000 orang yang terdiri atas 10 batalion dikomando oleh seorang Amir. Dengan jumlah yang banyak dan kekuatan mereka, Pasukan Perang Abbasiyah diakui oleh Raja Leo VI (886-912), Constantine Porphyrogenitus (913-959), Nicephorus Phocas(963-969) sebagai pasukan terhebat dan terbaik dalam taktik militernya
0 Komentar:
Posting Komentar
Berlangganan Posting Komentar [Atom]
<< Beranda